Kamis, 21 April 2011
Polisi Terus Usut Cuci Otak ala NII
MALANG–Aparat Polresta Malang hingga kemarin (19/4) masih sibuk menangani kasus hilangnya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bernama Mahatir Rizki, 19, sejak 19 Maret lalu. Kali ini bukan semata kasus orang hilang, tapi ada dugaan terkait dengan cuci otak yang ditengarai dilakukan para aktivis Negara Islam Indonesia (NII). Hilangnya Rizki menjadi perhatian publik di Kota Malang setelah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Malang pada Senin lalu (18/4) merilis namanya masuk dalam daftar korban perekrutan organisasi NII.
Rizki diduga dipengaruhi secara psikologis dan didoktrin untuk menjadi pengikut NII. Berdasarkan rilis PMII, ada sembilan mahasiswa yang masih aktif kuliah di UMM yang diduga telah menjadi korban pencucian otak bermodus agama oleh NII. Mereka adalah Maya Mazesta, Agung Arief Perdana Putra, Mahatir Rizki, Fitri Zakiyah, Recki Davinci, M. Hanif, Wahyu Darmawan, Reza Yuniansyah, dan M. Recky Kurniawan.
Namun, doktrinasi agama oleh NII itu mungkin juga terjadi di kampus lain di Kota Malang. Misalnya, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim dan Universitas Brawijaya (UB). Dugaan bahwa sembilan mahasiswa itu, termasuk Rizki, menjadi korban perekrutan aktivis NII, antara lain, berdasar pengakuan M. Hanif (salah seorang di antara sembilan mahasiswa itu). Kepada Radar Malang (INDOPOS Group), Hanif mengaku bahwa dirinya diajak Maya dan Agung.
’’Saya diajak berkumpul dua kali. Saat itu kami didoktrin oleh dua orang. Namanya Adam dan Fikri,’’ ungkapnya. Kepada Hanif serta teman-temannya yang lain, Adam dan Fikri menyatakan bahwa kebangkitan Islam akan terjadi pada abad ke- 21. Tapi, syaratnya, warga Indonesia harus melaksanakan ajaran Islam secara total, baik dengan harta maupun jiwa raga.
Bahkan sang pendoktrin, kata Hanif, mengungkapkan, amal kebajikan seseorang tidak bisa diterima sebelum berhijrah. Maksud hijrah itu adalah pindah dari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi warga negara Islam. Di antara sembilan mahasiswa tersebut, Hanif termasuk yang tidak mau didoktrin. Berdasar laporan paman korban kepada polisi, mahasiswa asal Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Sadia, Mapunga, Kota Bima, tersebut pergi dari rumah kos pada Sabtu, 19 Maret lalu. Dia berangkat pagi seperti hendak berangkat kuliah.
Bagaimana mereka didoktrin? Modus yang dipakai pelaku adalah mengajak berhijrah dan bergabung dengan gerakan NII. Caranya, pelaku mendoktrin (brain washing) korban bahwa mereka dianggap kafir selama mengikuti NKRI. Jaringan pelaku diperkirakan sudah sangat kuat. Terbukti, ada beberapa nama yang disebut korban sebagai mahasiswa asal Jogjakarta, Jakarta, Surabaya, dan Cirebon.
Termasuk karyawati Kemenhub asal Kemayoran, Jakarta Pusat, ’’Para korban adalah mahasiswa baru yang didekati sejak sebelum memperoleh sentuhan pembekalan orientasi studi di kampus. Calon korban mula-mula diajak bertemu dan berdiskusi di mal, restoran cepat saji, atau kafe-kafe. Korban lalu diajak ke sebuah tempat di Jakarta dengan rute Surabaya– Jogja–Jakarta,’’ ungkap Pembantu Rector III UMM, Joko Widodo.
Menurut dia, untuk alasan uji kesetiaan selama perjalanan, mata korban ditutup sampai turun di rumah tempat pembaiatan. Korban dibaiat lalu diberi nama baru. Sebagai bukti kesetiaan pula, korban diminta menyerahkan sejumlah uang, berkisar Rp 10 juta–Rp 30 juta, dengan cara membohongi orang tua. Korban yang sudah terpengaruh juga ditugasi merekrut anggota baru dari lingkungan kelas dan teman main mereka. Rata-rata korban menaatinya. (hap/war/jpnn/c5/kum)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar